Dampak Marah Bagi Kesehatan
Marah terkadang menimbulkan situasi yang serba salah. Jika kita melampiaskan amarah, kita bisa terserang penyakit, begitu juga jika kita tahan amarah, penyakit lain juga akan mengancam . Mengapa orang marah mudah terkena penyakit?
Di dalam darah orang marah terkandung banyak hormon adrenalin, hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal ini akan dilepaskan ke dalam darah ketika ada rangsangan emosi. Akibatnya adalah denyut jantung akan bertambah cepat dan tekanan darah meninggi, keadaan ini yang mengakibatkan penyakit mudah datang.
Baru-baru ini, Journal of the American College of Cardiology mengeluarkan karya ilmiah bertajuk hubungan antara marah dengan penyakit jantung.
Yoichi Chida, MD, Ph.D dari Departemen Epidemiologi dan Kesehatan Masyarakat, University College, London mengemukakan bahwa marah dan sikap permusuhan dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 19% pada orang sehat. Pada mereka yang sudah punya riwayat penyakit jantung sebelumnya, peningkatan ini mencapai 24%.
Risiko terkena serangan jantung semakin besar bagi seorang laki-laki. Kesimpulan ini didasarkan pada penelitian Steven Boyle, Ph.D dari Duke University Medical Center terhadap 313 laki-laki. Penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah protein yang dinamakan C3 dan C4. Kedua protein yang ada dalam sistem kekebalan tubuh ini merupakan penanda terjadinya peradangan dan luka.
Perubahan jumlah protein dalam sistem C3 dan C4 berkaitan dengan sejumlah penyakit, seperti gangguan arteri hati. Pada pria yang memiliki rasa permusuhan, gejala perasaan tertekan, dan keadaan marah dengan tingkat tertinggi mengalami peningkatan kadar C3 sampai 7.1%.
Selain dengan penyakit jantung, marah dan sikap permusuhan juga berkaitan dengan kematian, asma, dan paru-paru. Tingkat sikap permusuhan yang tinggi semakin mempercepat terjadinya penurunan alami fungsi paru-paru. Kesimpulan tersebut merupakan hasil analisis terhadap penelitian US Normative Aging Study kepada 670 laki-laki.
Setiap kenaikan satu poin skor permusuhan (satuan tingkat permusuhan), setara dengan hilangnya FEV1 sebanyak 9 ml pertahun. FEV1 merupakan ukuran kekuatan paru-paru, yang dihitung dari volume udara yang dapat dihembuskan paru-paru per detik.
Dalam pengantar hasil penelitian tersebut, Dr. Paul Lehrer dari University of Medicine and Dentistry di New Jersey, Amerika Serikat menuliskan, “Sungguh sangat sulit menemukan suatu penyakit yang sama-sekali tidak dipengaruhi oleh emosi atau stres dalam hal keparahan gejala, keseringan atau kekuatan kambuhnya”. Pernyataan tersebut semakin mempertegas hubungan marah dan sikap permusuhan dengan penurunan fungsi paru-paru.
Marah yang berlebihan hanya akan menumpuk kadar stres dan ketegangan pada pikiran Anda. Ketidakberdayaan Anda dalam mengelola marah dapat mengakibatkan depresi berkepanjangan. Bahaya lain yang mengincar akibat depresi adalah kekecewaan akan banyak hal dan ketidakpercayaan pada diri sendiri. Seringkali perilaku depresi akan mencoba untuk bunuh diri. Menyeramkan bukan?
Jika ada artis yang mengatakan bahwa peran sebagai pemarah lebih melelahkan dibanding peran sebagai orang baik, itu benar. Marah yang tidak terkendali akan meningkatkan hormon yang memicu stres. Berteriak saat marah ditambah adegan melempar barang-barang akan menguras banyak energi. Tidak heran bila Anda akan merasa lelah dan menurunkan daya konsentrasi setelah marah.
Marah akan memberikan efek langsung pada tubuh saat itu juga. Lihatlah orang yang sedang marah, napasnya tidak beraturan, jantung memompa darah lebih cepat, suhu tubuh akan meningkat dan berkeringat. Tentunya hal ini tidak baik untuk kesehatan Anda. Sakit kepala adalah efek ringan pada saat marah, tetapi bila Anda memelihara kebiasaan ini, serangan jantung siap menghantui Anda setiap saat.
Mengelola Marah
Sebuah penelitian yang dilakukan Institute For Mental Health Initiaves mengungkapkan bahwa marah bisa berarti sehat, bahkan lebih sehat daripada memendam perasaan jengkel. Syaratnya adalah, pengelolaan secara sehat. Ada empat langkah nyata untuk mengelola amarah:
1. Mengidentifikasi kesalahan sikap dan pendirian yang mempengaruhi kita untuk marah secara berlebihan. Begitu kesalahan ini diperbaiki, kita bakal lebih mudah mengendalikan marah.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor dari masa kecil kita yang menghambat kemampuan kita mengekspresikan amarah. Faktor-faktor ini termasuk ketakutan, penolakan dan ketidaktahuan.
3. Mempelajari cara tepat untuk mengekspresikan kemarahan sehingga kita tetap dapat menguasai situasi yang menimbulkan kemarahan itu, bahkan secara lebih efektif.
4. Menutup luka-luka yang mungkin tertinggal oleh pengaruh emosional dari kemarahan yang menghancurkan.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor dari masa kecil kita yang menghambat kemampuan kita mengekspresikan amarah. Faktor-faktor ini termasuk ketakutan, penolakan dan ketidaktahuan.
3. Mempelajari cara tepat untuk mengekspresikan kemarahan sehingga kita tetap dapat menguasai situasi yang menimbulkan kemarahan itu, bahkan secara lebih efektif.
4. Menutup luka-luka yang mungkin tertinggal oleh pengaruh emosional dari kemarahan yang menghancurkan.
Disamping empat cara untuk mengelola amarah di atas, ada empat hal yang tidak boleh dilakukan untuk merespon perasaan marah, yaitu:
1. Pengelakan : Mengingkari bahwa kita marah. Mengingkari marah akan menambah stres dan akan menggiring ke arah penyakit yang berhubungan dengan stres.
2. Pemendaman : Memendam marah meskipun kita tahu bahwa kita sedang marah. Ini bukan mengurung amarah, tetapi menunda ekspresinya.
3. Pengalihan : Menumpahkan kemarahan pada sesuatu yang tidak berhubungan dengan sasaran amarah kita.
4. Pengekspresian tak langsung : Marah karena alasan tertentu, tetapi menumpahkan kemarahan pada sesuatu yang lain.
2. Pemendaman : Memendam marah meskipun kita tahu bahwa kita sedang marah. Ini bukan mengurung amarah, tetapi menunda ekspresinya.
3. Pengalihan : Menumpahkan kemarahan pada sesuatu yang tidak berhubungan dengan sasaran amarah kita.
4. Pengekspresian tak langsung : Marah karena alasan tertentu, tetapi menumpahkan kemarahan pada sesuatu yang lain.
Segi Positip Dari Marah
Ada yang menarik dari penelitian yang dilakukan para ahli dari Spanyol yang agak berbeda dengan penelitian sebelumnya, dimana mereka mengatakan bahwa ada baiknya meluapkan kemarahan sesekali ketimbang dipendam saja, dengan demikian emosi yang tertahan dibiarkan merembes keluar agar tidak terjadi ledakan. Para ilmuwan menemukan bahwa meluapkan kemarahan bisa meningkatkan aliran darah ke bagian otak yang berkaitan dengan rasa bahagia, sebagaimana diketahui bahwa belahan otak sebelah kiri (hemisfer) lebih terstimulasi saat seseorang sedang marah.
Dr Neus Herrero dari University of Valencia, Spanyol, yang mengetuai penelitian ini, mengatakan, bagian frontalis kiri otak berkaitan dengan emosi yang positif, sedangkan di bagian kanan berhubungan dengan emosi negatif. “Perubahan aktivitas otak juga terjadi, terutama di bagian frontalis dan lobus temporalis,” katanya.
Belahan otak terbagi menjadi empat lobus, yang mengendalikan berbagai aktivitas berbeda. Lobus frontalis (di belakang dahi) pada masing-masing belahan mengatur aktivitas seperti berbicara dan berpikir abstrak.
Sementara itu, lobus temporalis yaitu bagian yang membantu kita bisa mendengar dan mengartikan bunyi serta bertanggung jawab atas memori.
Marah juga memiliki manfaat positif lain, yakni memicu perubahan dalam tubuh yang berfungsi mengontrol kerja jantung dan hormon. Dari hasil pemeriksaan kepada 30 responden diketahui, saat marah terjadi penurunan hormon kortisol dan peningkatan level testosteron.
Akan tetapi, Herro mengingatkan efek negatif dari marah, yakni naiknya tekanan darah. Karena itu, marah akan menjadi luapan emosi yang wajar ketika kita berhasil meluapkannya sesuai dengan porsinya.
Berdoa Efektif Meredam Kemarahan
Namun yang paling menarik adalah hasil penelitian sejumlah ahli di Ohio University, Amerika Serikat, mengatakan alangkah baiknya apabila Anda meredam kemarahan dengan mendoakan orang lain. Doa dapat meredam energi negatif efek dari kemarahan dan kekesalan tersebut.
Para peneliti kemudian menemukan fakta dari serangkaian studi. Peneliti memprovokasi kemarahan partisipan. Setelah itu, partisipan diminta mendoakan orang lain yang membutuhkan bantuan maupun dukungan. Hasilnya, kemarahan partisipan reda dan lebih tenang.
Menurut seorang penulis studi Brad Brushman, pakar komunikasi dan psikologi, metode itu sepertinya efektif, bahkan untuk orang yang tidak terlalu religius sekalipun. Studi ini diterbitkan secara online pada 18 Maret di Personality and Social Psychology Bulletin.
“Kami menemukan bahwa doa benar-benar dapat membantu orang mengatasi kemarahan mereka, mungkin dengan membantu mereka mengubah cara mereka memandang kejadian yang membuat mereka marah dan membantu mereka tak terlalu mengambil hati,” tuturnya.
Marah adalah manusiawi, Meskipun berbahaya bagi kesehatan kita, tetapi sebenarnya marah masih bisa dikelola. Dan jika kita bisa mengelola amarah itu dengan benar, maka marah tidak akan berdampak buruk bagi kesehatan.
(sehat/ZM/berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar